Kamis, 03 September 2015

Tanpa kita sadari, hidup adalah kumpulan luka-luka. Awal sebuah luka, adalah akhir dari luka sebelumnya. Dan akhir luka sebelumnya adalah  awala dari luka selanjutnya.

Ketika kau menutup dirimu karena luka yang masih begitu menganga, kau tengah mengalaminya. Mengalami luka itu. Berharap sebuh hanyalah angan-angan. Sebab tidak ada luka hati yang benar-benar sebuh. Selalu ada bekas yang akan menyiratkan sakit setiap kali kamu mengingatnya.

Dan ketika waktu berlalu, kamu belajar menerima. Berharap bahwa secuil bahagia akan membuat waktu yang terbuang sia-sia -dalam tangis dan derita- akan berakhir. Tapi di sanalah segalanya akan bermula. Luka selanjutnya.

Kita adalah air. Perjalanan kita akan selalu sama.
Mengalir, menguap karena panasnya kehidupan, mengawan, menetes menjadi hujan, dan kembali di alirkan. Akan seperti itu selamanya.

Jumat, 31 Juli 2015

Yusdi Rahmat



Tidak ada kata yang lebih ingin kuucapkan padamu selain, “aku akan mencintaimu, selamanya”. Jika kata selamanya terdengar terlalu mengada-ada bagimu, maka akan kukatakan bahwa “aku akan mencintaimu, selalu”. Dalam setiap detik hidupku. Aku mencintaimu lebih dari yang mampu aku katakan, lebih dari yang mampu kamu bayangkan. Kamu berhak untuk tidak percaya, sebab aku sendiri pun perlu waktu yang cukup lama untuk percaya bahwa aku telah jatuh cinta, padamu. Namun, semakin aku menolaknya, semakin kamu kokoh di kepalaku.
Aku tidak mengingat banyak hal pada hari kita pertama kali bertemu. Mendadak seisi dunia menjadi kehilangan kemenarikannya sehingga satu-satunya yang tersisa untuk dilihat hanyalah kamu. Dan dalam detik-detik yang singkat itu, aku melihat sesuatu yang tidak seharusnya kulihat, “kompleksitasmu”. Persis seperti senja, tempat bertemunya siang dan malam, gelap dan terang, putih dan hitam, kamu  dengan kompleksitasmu merangkum dua sisi kehidupan, baik dan buruk. Indah sekaligus mengerikan. Dan sialnya lagi, aku menganggap itu sebagai sebuah keindahan, bukan kekurang. Lalu, manusia macam apa yang mampu menolak untuk jatuh cinta pada hal-hal seindah itu?
Tanpa keinginan untuk mengada-ngada atau melebih-lebihkan, aku jatuh cinta padamu. Detik itu juga. Aku tidak bermaksud merayumu. Cinta sudah terlalu norak tanpa harus ditambahkan dengan rayuan sekalipun. Karena itu, aku ingin jujur padamu. Jujur sejujur-jujurnya.
AKU JATUH CINTA PADAMU, PADA PANDANGAN PERTAMA PULA.
Aku sadar bahwa hadirku di hidupmu pada waktu yang tidak lagi tepat. Ada batas yang tidak lagi bisa kulangkahi meski aku berusaha sekeras apapun. Ada dinding yang tidak akan pernah bisa kutembusi meski aku sampai gila menginginkanmu. Kamu telah menjadi “kemustahilan” pada titik itu. Karena itu, mencintaimu saja akan lebih dari cukup untuk saat ini. Mencintai tanpa ini dan itu. Tanpa embel-embel apapun. Cukup “cinta”.
Hidup mungkin akan lebih sederhana bila tidak melibatkan cinta. Aku cukup berdiam sejenak untuk menatap kenyataan dan mulai menghitung baik dan buruknya. Pantas atau tidaknya. Kemudian berlalu atau berpaling tanpa harus takut akan penyesalan yang datang dikemudian hari. Tapi cinta tidaklah sesederhana itu. Tidaklah segampang itu. Cinta membuat manusia melihat banyak hal dari sisi yang berbeda, begitu juga dengan aku.
Aku tidak sedang membela diri, tidak juga sedang membenarkan perbuatanku. Aku tahu, bahkan sampai pada tingkat paham bahwa aku akan menghadirkan penderitaan untuk kita semua. Untuk semua itu, kuucapkan “maafku” jauh-jauh hari. Maaf, bila kamu juga dia akan menderita karena semua ini. Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku hanya manusia yang tidak bisa mengelak dari takdir burukku, jatuh cinta pada orang yang tidak seharusnya, jatuh cinta kepadamu.
Biarkan aku mencoba melihat, ke mana takdir akan mendamparkanku. Biarkan aku melihat apa yang ingin Tuhan tunjukan padaku kali ini. Pelajaran macam apa yang lupa kuambil di masa lalu hingga hari ini, aku harus kembali berhadapan pada takdir seperti ini. Biarkan aku berdiri sejenak di antara kalian. Menyaksikan bagaimana kisah hidupku ditulis. Bila kelak waktu itu telah tiba, aku percaya Tuhan akan mengirimkanku semacam tanda untuk berbalik dan kembali ke posisiku semula. Asing dan tak tersentuh kehidupan. Posisi yang bertahun-tahun ini kutempati.
Aku tahu kisah ini akan berakhir dengan kesedihan. Sebab, kesedihan pulalah yang mengawalinya. Sebuah kesedihan yang muncul kita aku menyadari bahwa aku mencintaimu dan aku akan meninggalkan atau ditinggalkan olehmu. Sebuah kesedihan yang tidak akan bisa kutakar. Kesedihan yang tidak tahu harus kunamai apa. Kesedihan yang tidak tertanggungkan, tidak lagi manusiawi.
Tapi aku tidak lagi takut. Sebab aku telah lama terbiasa dengan kehilangan, dengan penderitaan. Telah lama bersahabat dengan rasa sakit, dengan luka. Masa lalu telah mengajarkanku semua itu.  Hati memang diciptakan untuk luka meski tidak untuk kebal terhadapnya. Lagipula, usia penderitaan tidak pernah lebih panjang dari usia kebahagiaan. Waktu akan menunjukan bahwa yang muncul kepermukaan pada akhirnya hanyalah kenangan indah tentangmu. Kebahagiaanku.
Karena itu, aku ingin mencoba. Agar setidaknya aku tidak perlu berurusan dengan “penyesalan” kerena tidak pernah berusaha memperjuangkanmu. Karena tidak pernah berucap cinta padamu. Karena tidak pernah menunjukan padamu seberapa penting kamu dalam perjalanan hidupku. Aku tidak ingin menyesali semua itu di masa mendatang. Karena penyesalan ada untuk selamanya, kekasih. Jalan keluar dari penyesalan itu hanya ada di masa lalu, ada di masa ketika kita mengambil keputusan. Sedang jarak dari masa depan ke masa lalu adalah jarak yang tidak akan pernah bisa kita tempuh lagi. Aku tidak memiliki kemampuan untuk kembali ke masa itu. Karena itu, kuambil keputusan beresiko ini. “Aku lebih memilih jatuh ketimbang menyesal.”
Kamu boleh menyalahkanku karena keputusan egoisku ini. Aku sudah pernah mencoba untuk lari. Namun, semakin jauh aku pergi, semakin besar keinginanku untuk kembali. Semakin aku mencoba untuk melepaskan, semakin aku menginginkanmu. Sampai pada akhirnya, aku menyerah dan mengikuti ke mana kehidupanku mengarah. Ke kamu!
Terima kasih karena membuatku tidak lagi ingin lari. Tidak lagi ingin bersembunyi. Tidak lagi takut untuk merasa bahagia. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir ini, aku memutuskan untuk melepas sejenak dinding yang selama ini kubangun untuk melindungi diriku. Dinding yang tidak hanya membuat aku berjarak dengan dunia di luarku, tapi juga berjarak dengan diriku sendiri. Dinding yang terbentuk dari hal-hal buruk di masa lalu yang membuat aku begitu takut pada masa depan yang memiliki terlalu banyak kemungkinan. Begitu takut untuk kembali percaya. Sebab bagiku, kepercayaan adalah investasi yang beresiko. Ketika kita berinvestasi pada orang yang salah, kerugian besarlah yang akan kita terima. Dan demi menghindari ketakutan-ketakutan itu, kukunci diriku dalam dunia yang hanya ada aku saja. Aku, lengkap dengan segala penderitaanku.

Terima kasih karena telah membuatku berani untuk jatuh tanpa harus khawatir aku akan bangkit lagi atau tidak.

Silakan Sakiti Aku Lagi, Kehidupan

Aku pernah menetapkan hati untuk menentukan pilihan "sekali". Dan menderita karena pilihan itu  "berkali-kali". Begitu dalamnya penderitaan yang kuterima, aku lupa bahwa hidup masih berjalan, bukan berakhir pada hari kau menghianatiku. Setelah 7 tahun lebih jatuh-bangun mencintai orang yang sama, menangis-tertawa untuk orang yang sama, kini aku tahu kehidupanku bergerak, meski pelan. Dan sialnya, pergerakan itu mengarah pada kesalahan berikutnya. Kesalahan selanjutnya yang sudah terlanjur tidak bisa kuhindari.

Tapi kali ini, aku tidak lagi ingin meminta. Aku hanya akan menerima. Menerima apa saja yang hidup tawarkan padaku. Apa saja yang perjalanan suguhkan untuk kulalui. Merasakan setiap sakit yang harus kuterima. Mensyukuri setiap kebahagian yang mungkin akan kudapatkan. Selebihnya, aku akan berdiam diri. Menyaksikan bagaimana kehidupanku ditulis.

Silahkan sakiti aku lagi. Aku pernah sakit lebih parah dari ini. Kau mungkin akan menjadi luka yang akan membuatku lupa akan seberapa terlukanya aku dulu. Silahkan sakiti aku lagi. Mungkin memang sakit ini dibutuhkan untuk membuat aku tahu, bahwa aku hidup. Bahwa aku masih merasa. Bahwa aku masih mampu menginginkan, meski masih takut untuk meminta. Silahkan sakiti aku lagi, kehidupan. Agar kelak, aku kebal akan segala sakit yang mungkin akan kamu suguhkan pada detik berikutnya di hidupku.

Kamis, 07 Mei 2015

Aku berduka untukmu, bukan karena dirimu.

Izinkan aku berduka untuk dirimu, bukan karena dirimu, untuk kali ini saja. Biar kisakah ini tidak lagi menjadi kisah yang membosankan. Biarkan kisah ini bermakna berbeda dari sebelumnya. Biarkan cinta ini bisa dilihat dari sisi yang terlupakan, terabaikan.

Biarkan aku berduka untukmu. Untuk keburukan yang kamu pilih demi bahagia yang ternyata masih tidak mampu membuatmu merasa "cukup". Biarkan aku berduka untukmu yang lupa pada tujuan hidupmu sendiri. Izinkan aku berduka untukmu yang lupa pada posisi dan tanggung jawabmu sebagai manusia, laki-laki, suami, dan calon ayah.

Jika kamu mengalami kesulitan dalam mengasihani orang lain, untuk kali ini saja, kasihanilah dirimu sendiri. Jika kamu mengalami kesulitan untuk mencintai orang lain selama ini, cintailah dirimu sendiri, untuk kali ini saja. Jangan lagi sibuk mempertimbangkan kiri dan kanan. Pertimbangkanlah dirimu sendiri. Karena penyesalan bukanlah hal yang mudah untuk diatasi. Jangan sampai kamu menghabisi setengah hidupmu untuk menyakiti orang-orang yang mencintaimu dan sisanya untuk menyesali. Tidak ada pintuk keluar dari "penyesalan", Fransiskus Budang. Tidak ada! Karena pintu keluar dari penyesalan ada di masa lalu. Dan aku yakin kamu tidak memiliki kemampuan untuk kembali ke masa lalu. Dan aku juga yakin kamu, aku dan dia tidak akan hidup pada masa mesin waktu ditemukan nanti. Kita tidak akan sampai pada masa di mana pintu untuk keluar dari penyesalan itu terbuka.

Aku mencintaimu dengan segala lebih dan kurangmu. Karena itu aku mampu memahamimu. Aku mampu memahami karena aku mencintai lebih dan kurangmu. Karena kamu adalah senjaku. Tempat di mana aku menemukan gelap dan terang sebagai suatu keseimbangan yang "indah" sekaligus "menakutkan".

Tapi itu mungkin saja hanya berlaku untuk aku, orang yang dengan isi kepala serimbun pohon cemara. Tapi, itu mungkin saja hanya berlaku bagiku, orang dengan kemampuan mencintai sampai pada tahap yang "menakutkan" sekalipun. Itu tidak berlaku pada wanita yang kamu nikahi. Ia hanya perempuan kebanykan dengan keinginan yang sesederhana perempuan kebanykan pula, yakini "menemukan laki-laki yang ia cintai dan mencintainya dengan banyak yang sama pula". Jadi, dia tidak akan paham bahwa senja itu indah justru karena ia mengandung keseimbangan antara terang dan gelap itu sendiri. Dia tidak akan paham bahwa dunia ini abu-abu, bukan hitam dan putih. Dia tidak akan paham bahwa mencintai bukan berarti menguasi. Dia tidak akan paham bahwa tidak ada penjara yang lebih menakutkan selain mencintai dengan keinginan dicintai pula. Dia tidak akan paham bahwa pernikahan hanyalah bonus, bukan kontrak kepemilikan. Dia tidak akan paham bahwa kamu punya isi kepalamu sendiri.

Jadi, untuk kali ini saja, biarkan aku berduka untukmu bukan karenamu. Biarkan aku berduka UNTUK segala keburukan yang kamu lakukan padaku dan padanya, bukan KARENA keburukan yang kamu lakukan padaku juga padanya. Biarkan aku berduka UNTUK kamu yang telah membuat aku dibenci oleh istrimu, bukan KARENA kamu telah membuatku dibenci oleh istrimu. Izinkan aku berduka untukmu yang tidak lagi mampu menemukan kemanusiaan dalam dirimu. Izinkan aku berduka untuk kamu yang tidak lagi mampu menemukan esensi dari mencintai.

Senin, 20 April 2015

Fransiskus Budang

Selamat ulang tahun kamu yang lahir pada hari ini. Selalu, aku ingin berterima kasih karena kamu telah lahir ke dunia ini. Selalu, aku ingin berterima kasih pada ibumu yang telah membawamu ke dunia ini. Selalu, aku ingin berterima kasih pada keluargamu karena telah membesarkanmu sehingga aku bisa bertemu denganku.

Kamu tau apa hal yang paling susah untuk dilakukan ketika aku jauh darimu?

MENGABAIKANMU.

Aku tidak mampu melakukan itu. Masih tidak mampu melakukan itu. Aku tidak mampu menahan diriku untuk menghubungimu. Hal berikutnya yang terjadi adalah "nyilu". Nyilu yang muncul ketika aku mengingatmu dan tersadar bahwa aku tidak lagi punya hak bahkan hanya untuk mengetakan "Selamat Ulang Tahun. Aku di sini selalu mendoakanmu. Aku di sini selalu mengingatmu."

Aku mencintaimu Fransiskus Budang. Tidak satu hari pun selama hampir 8 tahun ini aku tidak mengingatmu. Tidak bahkan satu hari pun aku tidak merindukanmu. Tidak bahkan satu hari pun aku tidak menginginkanmu.



Aku mencintaimu, selalu!



Selamat Ulang Tahun. Selamat merayakan hari penuaan #Frans Budang.

Selasa, 25 November 2014

Aku Ingin Membencimu

Aku ingin percaya bahwa segala perlakuan burukmu mampu membuatku membencimu. Aku ingin percaya bahwa segala sakit yang kau berikan cukup untuk kujadikan alasan untuk membencimu. Aku ingin percaya, bahwa aku membencimu.

Tapi, siapa yang kubohongi jika aku menyimpan pemikirian itu? Tentu saja diriku sendiri.
Karena aku mencintaimu.
Masih mencintaimu.
Terlalu mencintaimu.
Dan tidak akan sanggup berhenti mencintaimu.




Bulovee

Rabu, 19 November 2014

Maaf Pertama

Ketika hidup terlalu lama dalam kesengsaraan, kamu akan berhenti melihat manusia sebagai manusia. Ketulusan sebagai ketulusan Orang-orang yang kamu hadapi akan kelihatan sebagai ancaman. Sesuatu yang nanti akan kembali memberi luka. Karena semua itu, kita tidak memiliki kemampuan untuk percaya. Tak peduli manusia seperti apa pun yang kita hadapi, kita akan selalu mengambil jarak. Jarak yang diharapkan mampu melindungi kita dari luka yang sama yang pernah kita alami di masa lalu.

Saya tidak ingin berpikir demikian. Tapi itu sudah tertanam dalam kepala saya. Ada ketakutan yang tidak akan mudah untuk dienyahkan. Ketakutan untuk terjerembab kembali dalam penderitaan yang sama. Penderitaan yang membuat saya kehilangan sebagian sisi kemanusiaan saya. Penderitaan yang membuat saya berharap untuk tidak pernah jatuh cinta lagi. Penderitaan yang membuat saya ingin sendiri untuk selamanya.

Tapi perjalana kehidupan membawa saya ke arah yang lain. Saya bertemu dengan orang seperti kamu. Orang yang terluka mungkin lebih parah dari saya tapi tidak pernah takut untuk mencoba lagi. Tidak pernah takut untuk kembali percaya. Saya iri padamu. Penderitaan di masa lalu membuat kamu melihat masa depan sebagai hal yang harus diperjuangkan. Sedangkan saya, masa depan adalah hal yang ingin saya hidarkan.

Saya tidak pernah menduga bahwa saya akan mencoba untuk membuka hati saya lagi untuk orang yang sama porak-porandanya dengan saya. Lalu, siapa yang akan menjadi penyeimbang untuk kita yang sama rapuhnya. Siapa yang akan menguatkan untuk kita yang sama-sama pernah menyerah pada masa depan. Tapi saya ingin mencobanya. Dan ketika saya putuskan untuk mencoba, tak lantas ketakutan saya hilang begitu saja. Tak lantas saya lupa bahwa saya sekarat dalam jangka waktu yang lama hanya karena saya memberikan hati saya untuk orang yang salah. Lalu, bagaimana jika ternyata kamu juga bukan orang yang tepat? Lalu, bagaimana jika perjalanan ini kembali mengantarkan saya pada tempat yang sama? Penderitaan!

Saya takut menghadapi segala kemungkin. Saya takut akan segala rencana yang jika tidak terwujud tentu saja akan memberikan luka. Namun di atas itu semua, saya takut bahwa sayalah yang kemudian menyakiti kamu karena ketidakmampuan saya memaafkan masa lalu. Ketidakmampuan saya untuk percaya lagi. Ketidakmampuan saya mengatasi ketakutan saya sendiri.

Untuk itu, jauh hari, saya ucapkan MAAF pertama saya untuk kamu karena menjadikan kamu bahan percobaan. Jika besok lusa, ketakutan saya terwujud, tolong jangan membenci saya.