Minggu, 29 April 2012

Maaf yang belum terucap

Beberapa tahun lalu, aku mengabaikan banyak hal demi satu hal, yakni diriku sendiri. Aku memperjuangkan cintaku, mengejar kebahagiaan yang dijanjikan oleh orang asing yang kuanggap sebagai bagian dari diriku sendiri. Ketika terlalu sibuk memperjuangkan diri sendiri, aku mengabaikan banyak hal, termasuk keluargaku, masa depanku, teman-temanku, juga ambisiku. Segalanya mendadak menjadi "dia". Dia menjadi poros kehidupanku kala itu.

Kini, aku memanen sesal dari ego yang kutuai....

Jumat, 13 April 2012

Luka & Jeruk

Katanya vitamin C dapat membantu mempercepat penyembuhan luka, tapi mengapa luka hatiku tidak kunjung sembuh meski udah gak terhitung berapa kilo jeruk yang aku makan, berapa tandan pisang yang aku lahap, barapa botol pulpy orange yang aku tenggak, juga vitacimin.


Kadang, ngerasa ada letih yang tidak bisa diungkapkan karena memang gak tau juga bentuk letihnya kayak apa. Hanya saja, banyak kenganan yang berlalu-lalang di kepala kemudian mengantarkan sakit yang mendera membuat aku merasa ada yang salah dengan diriku, tapi tidak pernah tau bagaimana cara memperbaikinya. Itulah yang membuatku merasa letih sekali.

Rabu, 11 April 2012

Masa Lalu


Engkau duduk tertunduk di hadapanku. Ada ketakutan, kebimbangan juga kepasrahan. Kubaca itu dari bias matamu. Melaju, mungkin berlipat-lipat kali. Jantungku berdetak tak biasa. Seperti luruh semua kehidupan. Hingar-bingar menyepi. Terkubur kita dalam kalimat singkatmu. 

Kusandarkan kepalanya pada dadaku. Ia bisa rasakan betapa aku merasakan ketakutan yang sama. Suasana membeku dalam lelehan air mataku. Air matamu. Air mata kita. Ingin kuberi engkau senyum. Tapi semua menciut dalam lara yang tertumpah lewat sepenggal kalimatmu.

Masih dalam isak tangis, aku merengkuhmu erat. Beberapa detik lewat dalam kesedihan yang pekat.

"Lupakan kalimatku hari kemarin jika itu menjadi bimbangmu hari ini", kataku...






                                                                         *Potongan diary bulan Februari

Rabu, 04 April 2012

Maaf

Manusia, mahkluk paling sempurna di dunia ini saja tidak benar-benar sempurna. Selalu ada celah yang berkemungkinan besar melakukan salah. Meskipun terkadang, maaf tidak menyelesaikan masalah atau tidak mampu menghapus luka -lebih terkesan tidak berguna- tetap saja, sudah sepantasnya orang yang bersalah meminta maaf pada orang-orang yang mereka lukai. Entah prilaku keji macam apa yang hendak ditunjukkn oleh orang-orang yang "salah" namun tdk meminta maaf?


Ada orang yang benar-benar menyadari kesalahannya, kemudian meminta maaf dengan harapan MENGURANGI LUKA HATI orang yang ia sakiti. Ada sakit yang sama yang ia bebankan pada hatinya, dan ketika maaf tak pernah didapat, ia tak pernah berani memaafkan dirinya sendiri dengan mudah.

Ada juga orang yang menyadari kesalahannya, kemudian meminta maaf namun dengan tujuan MENGURANGI RASA BERSALAH yang ada di hatinya sendiri. Orang seperti ini mengucapkan maaf persis seperti menghembuskan karbon dioksida dari hidungnya. Ia merasa pantas memaafkan dirinya sendiri setelah ia meminta maaf pada orang yang ia sakiti telepas dari ia mendapatkan atau tidak maaf tersebut. Menurutku, orang-orang seperti ini, sebaiknya tidak usah meminta maaf, karena ia hanya akan menambah luka hati orang yang ia sakiti.

Ada juga orang yang menyadari kesalahannya, namun karena ia meletakkan egonya lebih tinggi dari tinggi badannnya, ia bahkan tidak pernah berfikir untuk meminta maaf. Baginya, mengulurkan tangan dan mengucapkan "maafkan aku" hanyalah perbuatan yang akan merendahkan harga dirinya. Padahal, justru ia terlihat seperti orang yang tidak punya harga diri sama sekali ketika ia berfikiran seperti itu.

Ada juga orang yang tidak pernah meminta maaf karena tidak pernah menyadari ada orang lain yang diam-diam membasahi punggu tangannya dengan air mata. Membekab tangisnya dalam bantal atau terisak di kamar mandi yang terkunci.

Ada juga orang yang menyadari kesalahannya tapi tidak pernah mengucapkan maaf. Namun ia menyimpan janji pada dirinya sendiri untuk meminta maaf dengan perbuatan yang lebih bermakna pada orang yang ia sakiti. Terkadang, perbuatan lebih mampu menghadirkan maaf yang bahkan tidak pernah dipinta sekalipun.

Melihat Kenangan

Ketika mendongak, bukan langit atau bintang yang ingin kuilihat. Aku justru ingin melihat kamu dalam segumpal kenangan yang mungkin akan berarak bersama awan dalam rupa yang tak tentu.

*semoga kita tidak lagi membicarakan rindu

The Hunger Games

Hari ini nonton The Hunger Games di XXI Pontianak. Nontonnya bareng Maridan Sagiant (sahabat serupa kerabat). Aku beli pop corn manis ukuran sedang dan coca cola. Nah, dia beli pulpy orange -rada gak nyambung sih. Karena yang nonton gak ramek, tu bioskop jadi kayak ruang tamu sendiri. Aku bebas ngakak juga ongkang-ongkang kaki.


Back to movie!


Menurut pandangaku, ni Film menggambarkan bagaimana orang-orang dengan kekuasaan, kekayaan, dan kemampuan yang mereka miliki, menjadikan hidup orang-orang serba tidak memiliki sebagai mainan. Betapa nyawa saja tidak ada harganya di mata mereka.


Intinya, aku gak nyumpah-nyerapah ke luar dari bioskop. Dan tu Film memang pantes buat ditonton. Biar kita, terutama akunya sendiri bisa belajar memikirkan hidup dan mati daripada cuma stagna karena patah hati.

Senin, 02 April 2012

Perpisahan


Pertemuan dan perpisahan itu seperti dua muka yang membangun sebuah koin -tidak bisa dipisahkan. Pertemuan adalah pangkal dan perpisahan adalah ujungnya. Sesuatu yang tidak akan pernah bisa dihindari oleh manusia manapun dengan cara bagaimana pun. Dan konsekuensi terbesar dari sebuah perpisahan adalah duka dan luka, walaupun tidak semuanya.

Sebagai orang yang sama-sama mengerti bahwa pertemuan akan berujung pada perpisahan, maka sudah seharusnyalah kita memilih cara yang baik untuk berpisah. Sebuah cara yang pantas untuk dikenang. Sebuah cara yang pantas untuk dipilih oleh orang-orang yang dulunya bertemu, kemudian memutuskan untuk mengikat diri dengan cara yang baik dalam niat yang baik pula. Sebuah cara yang tidak meninggalkan luka menganga bagi pihak manapun.

Tapi kadang, kita justru dihadapkan pada hal sebaliknya. Perpisahan menjadi hal yang paling menyakitkan jika diikuti dengan cerita-cerita mengerikan seperti penghianatan, kebohongan, juga keadaan yang "mengharuskan".

*Segalnya tergantung pada caranya.